Minggu, 10 Agustus 2008

Menjelang Kongres IKASMANDA

Kongres IKASMANDA Kuningan jika tak ada aral melintang bakal digelar awal Oktober’08. Forum ini adalah forum tertinggi dalam IKASMANDA. Puncaknya, kongres akan memilih Ketua Umum IKASMANDA untuk Periode 2008-2011. Melihat perjalanan IKASMANDA sejak didirikan, wadah alumni ini boleh dikatakan masih ’tertatih-tatih’ keberadaannya. Pertama, sosialisasi dan keberadaan IKASMANDA masih jauh dari sempurna. Masih banyak alumni SMANDA yang belum mengetahui keberadaan IKASMANDA. Bahkan, yang lebih penting adalah apakah ada manfaatnya IKASMANDA tersebut. Jangan-jangan memang tidak ada manfaatnya! Kedua, tingkat konsolidasi pengurus IKASMANDA saat ini juga masih terpusat pada beberapa figur tertentu, dibawah kepengurusan Fajar Nugraha. Perlu dicatat, kepengurusan IKASMANDA periode ini adalah semacam test case dari tipe kepemimpinan alumni SMANDA. Periode pertama (Periode 2003-2005) dibawah kepemimpinan Kang Ahmad Fauzi (Smanda’83) adalah tipe kepemimpinan alumni senior yang juga didukung oleh kepengurusan alumni senior (meski beberapa pengurus juga adalah alumni yunior). Pasca kepemimpinan Kang Ahmad Fauzi---karena banyak alumni yang tidak bersedia menjadi calon ketua umum---maka Fajar Nugraha seolah menjadi ’korban’ dalam forum tertinggi tersebut yang digelar tahun 2005. Fajar dengan berbagai keterbatasan energi akhirnya melanjutkan roda kepemimpinan IKASMANDA. Fajar didukung oleh (kebanyakan) alumni-alumni muda yang bersedia meluangkan waktunya hanya untuk mengurus masa depan IKASMANDA. Mereka kebanyakan masih kuliah dan tersebar di beberapa kampus terutama di Bandung. Terlepas dari berbagai kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki Fajar bersama segenap pengurusnya, IKASMANDA masih bertahan. Meski saja dengan stok nafas yang tersengal-sengal.

Jaringan Alumni sebagai Modal Sosial

Semua mungkin masih mengakui bahwa SMANDA dengan ribuan alumni yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia bahkan mancanegara merupakan sebuah asset dan potensi yang luar biasa. Jaringan alumni pada level ini dapat dibaca dalam dua hal penting. (1) alumni merupakan modal sosial yang tak ternilai harganya. Jaringan alumni bukan sekadar potensi ekonomi yang menguntungkan bagi sesama alumni terutama sekolah dengan berbagai sumbangannya. Tetapi lebih konstruktif dari itu adalah, jaringan alumni dapat dibaca sebagai sebuah ‘modal sosial’. Artinya, dengan jaringan alumni dapat meningkatkan relasi, silaturahmi sepanjang masa dan tentu saja menjadi mitra berharga dalam berbagai hal. Mulai dari bisnis, pekerjaan hingga persoalan jodoh. Modal ekonomi cenderung bersifat jangka pendek, tetapi modal sosial relatif lebih permanen dan bersifat jangka panjang. Pertanyaannya, apakah jaringan alumni tersebut dapat dimanfaatkan oleh setiap alumni ? (2) jaringan alumni dapat dibaca sebagai salah satu indikator keberhasilan sekolah---dalam hal ini SMANDA---sepanjang keberadaannya. Sebuah lembaga pendidikan dapat dinilai keberhasilan dari input, proses dan out putnya. Salah satu komponen output adalah tingkat persebaran dan distribusi alumni. Dalam konteks inilah, diseminasi alumni difasilitasi oleh wadah alumni. Lihat saja sekadar menyebut beberapa contoh:Alumni SMAN 1 Boedi Oetomo Jakarta maupun Alumni SMAN 78 Jakarta Barat.

Kebermaknaan IKASMANDA

Pertanyaan menarik adalah:apakah ada manfaatnya IKASMANDA bagi alumni-alumninya?Jangan-jangan memang tak ada manfaatnya bagi setiap alumni. Jangan-jangan lagi, banyak alumni yang merasa tak terwakili oleh keberadaan IKASMANDA. Dan, berbagai jangan-jangan lagi yang muncul sebagai kritik sekaligus tantangan bagi keberadaan IKASMANDA. Berbagai pertanyaan ini akan muncul seiring dengan nilai lebih IKASMANDA bagi para alumninya. Alumni akan berpikir, jangankan untuk tingkat kebermaknaan, lha wong sosialisasinya aja gak jelas. Begitu yang sering terlontar dalam beberapa kesempatan. Persoalan manfaat bagi alumni memang tidak dapat dirasakan secara langsung saat ini dan seringkali juga tidak berbentuk materi yang obyektif. Bagaimana seseorang ‘membaca’ dan ‘memanfaatkan’ wadah alumni (apapun bentuk & namanya:IKASMANDA, IA-ITB, dan sebagainya) akan berbeda dengan orang lain. Paling tidak itu dipengaruhi oleh---misalnya---tingkat awareness organisasi tersebut dimata alumni, kiprah organisasi tersebut dan terutama kemampuan memanfaatkan jaringan alumni tersebut---kaitannya dengan pemahaman tentang ‘social capital’. Pertanyaannya, apakah hal tersebut sudah dilakukan oleh IKASMANDA. Wallahu’alam.

Quo Vadis IKASMANDA

Periode Fajar Nugraha akan berakhir dalam hitungan hari saja.Setumpuk persoalan akan diserahkan kepada kepengurusan baru. Namun demikian, persoalannya bukan sekadar lokomotif IKASMANDA tiga tahun mendatang. Lokomotof IKASMANDA akan berjalan seiring dengan beberapa persoalan yang sudah dijelaskan diatas---tingkat awareness dan tingkat kebermaknaan IKASMANDA bagi alumni---. Jika disederhanakan mungkin terletak pada problem identitas dan eksistensi IKASMANDA. Jika ini bisa direspon dan diselesaikan secara elegen, maka kita akan menemukan jalan dalam mencari lokomotif IKASMANDA. Semuanya kembali kepada alumni SMANDA dalam merespon hal tersebut. Wallahu’alam

Rakhmat Hidayat

Alumni SMANDA’98, mantan Pengurus IKASMANDA Kuningan Periode 2003-2005. Saat ini mengajar di Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Tidak ada komentar: